APAKAH TAFAKUR ITU?
Apa kegiatannya? Dan apa produknya?
Metode untuk mempermudah mengamalkan Al-Qur'an selalu muncul sesuai dengan situasi dan perkembangan zaman. Metode yang digunakan boleh berbeda-beda selama tidak menyimpang dari tujuan Allah menurunkan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia agar tidak tersesat selama-lamanya. Tafakur adalah suatu metode baru untuk lebih memudahkan mengamalkan Al-Qur'an. Dengan bertafakur kita dirangsang untuk menggali lautan hikmah yang terdapat di dalam Al-Qur'an.
Apa kegiatannya?
Kegiatannya yaitu menggunakan akal untuk menganalisa/mengobservasi serta hati untuk merasakan/menghayati. Dalam tafakuran ini potensi akal
benar-benar dioptimalkan, jadi kita tidak cukup hanya jadi pendengar saja, apalagi sambil terkantuk-kantuk. Juga potensi kalbu kita kerahkan supaya mudah meraih keyakinan ilahiyyah.
Apa produknya?
Produk yang diharapkan dari tafakur adalah lahirnya keyakinan-keyakinan ilahiyyah yang mampu memudahkan taat pada "aturan main".
Contoh-contoh tafakur
Mengapa alam raya bisa harmonis?
Hal ini bisa terjadi karena patuh pada ketentuan Tuhannya.
Apakah manusia bisa "harmonis" seperti alam raya, tentram, tidak ada rasa khawatir, was-was dan gelisah?
Pasti bisa!!
Soal kita belum bisa mendapat ketentraman, tidak ada rasa khawatir, was-was dan gelisah itu soal lain. Yang penting akui dulu bahwa itu adalah
kebenaran dan sesuatu yang tidak mustahil bisa dicapai oleh manusia.
Allah berfirman:
"Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran, dan tidak pula bersedih hati"(QS 2 : 38)
Kunci untuk memperoleh ketentraman menurut ayat di atas adalah taat dalam mengikuti petunjuk Allah, pasti kita akan bahagia selama-lamanya.
Apa yang ditafakuri?
a. Bertafakur mengenai tanda-tanda kekuasaan Allah, akan melahirkan rasa rendah hati dan takzim atas kebesaran Allah.
b. Bertafakur mengenai kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan, akan melahirkan rasa cinta dan syukur kepada Allah atas semua kenikmatan yang telah kita terima dan rasakan.
Allah berfirman:
"Jika engkau bersyukur atas nikmat yang telah kami berikan, pasti akan Kami tambah kenikmatan padamu. Dan jika kamu kufur atas nikmat yang telah kami berikan sesungguhnya siksa kami sangatlah pedih"(QS 14 : 7)
c. Bertafakur tentang janji-janji Allah, akan melahirkan rasa cinta pada akhirat
d. Bertafakur tentang ancaman-ancaman Allah, akan melahirkan rasa takut berbuat dosa.
e. Bertafakur tentang kematian yang mungkin terjadi setiap saat, akan melahirkan kesadaran bahwa kita tidak akan hidup selamanya dan berusaha
mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan abadi sesudah kematian.
Kapan tafakur itu dilakukan?
Tentunya tafakur yang paling baik adalah setiap saat dan setiap waktu jika kita lihat fenomena-fenomena disekeliling kita jadikanlah itu sebagai
pelajaran bagi kita yang sarat dengan hikmah.
Rasulullah saw bersabda:
"Bertafakur sejenak lebih baik dari pada ibadah setahun".
Contoh praktek tafakur:
1. Manusia tidak sama dengan obor
Akan melahirkan sikap menjadi hati-hati dalam melangkah, karena segala perbuatan kita akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Tidak seperti obor, jika minyaknya sudah habis maka apinya akan mati dan menguap begitu saja tanpa harus bertanggung jawab di akhirat.
2. Hidup manusia didunia sebetulnya sedang mengembara
Akan melahirkan sikap rajin mengumpulkan bekal untuk pulang dan menyakini bahwa kesenangan adanya ditempat tujuan pulang, bukan di tempat pengembaraan yang hanya sebentar.
3. Letak kepuasan bukan setelah melampiaskan nafsu, tetapi ketika berhasil mengendalikan nafsu.
Akan melahirkan sikap sabar dan bisa menahan diri dari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
4. Percuma hidup di dunia kalau di akhirat tidak masuk surga.
Akan melahirkan sikap mementingkan urusan akhirat dan tidak akan terbelenggu dengan urusan-urusan duniawi yang sudah pasti akan ditinggalkan.
5. Modal manusia adalah kalbu
Akan melahirkan sikap selalu menjaga hati dari segala sesuatu yang bisa merampas kebahagiannya atau DBAS.
6. UUT (ujung-ujungnya taat)
Akan melahirkan sikap toleran terhadap perbedaan pendapat selama hal itu bukan penyimpangan terhadap Al-Qur'an.
Dan tidak akan melihat siapa yang berbicara, tetapi melihat apa isi yang dibicarakannya.
Ali bin Abi Thalib berkata:
"Lihatlah olehmu apa yang dibicarakannya dan janganlah engkau melihat siapa yang berbicara".
Pesantren al-Quran dan Teknologi DURIYAT MULIA
http://www.duriyat.or.id.