oleh Sheikh Yusuf al-Qardawi
Salah satu dari bentuk sabar adalah sabar atas cobaan dunia dan bencana zaman. Menyangkut hal ini, tak seorangpun yang luput darinya. Baik Muslim atau pun kafir, yang miskin atau pun yang kaya, penguasa ataupn rakyat biasa. Sebab hal ini merupakan tabiat kehidupan dan manusia.
Tidak ada seorangpun yang terbebas dari keresahan bathin, penyakit pisik, kehilangan orang yang dicintai, kerugian harta benda, gangguan orang, kesengseraan kehidupan dan peristiwa yang tiba-tiba terjadi yang
tidak dapat diduga, seperti gempa dan tsunami.
Inilah yang pernah disumpahkan Allah tentang kepastian terjadinya, dalam firman-Nya :
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan “Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dn rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah yang mendapatkan petunjuk”. (QS : Al-Baqarah : 155-157)
Bentuk sabarlah inilah yang tidak terpikirkan oleh kebanyakan orang. Dalam al-Qur’an , sabar ini dicontohkan oleh sabarnya Nabi Ayyub atas penyakit da kematian kelaurganya, sabarnya Nabi Ya’kub atas kepergian anaknya,Yusuf, dan tipu daya anak-anaknya terhadapnya.
Sabar Terhadap Kinginan Nafsu
Ini merupakan salah satu medan kesabaran, yaitu sabar dari keinginan nafsu dan kecenderungan naluri, seperti kemewahan dunia, kesenangan dan pehiasannya yang selalu dicenderungi oleh hawa nafsu dan di dorong serta dihiasi oleh setan.
Pertama, apabila seseorang, sedang mendapatkan kemewahan dan kesenangan kehidupan dunia, maka sangat diperlukan kesabaran dari memperturutkan kesenangan dan kemewahan kehidupan dunia tersebut, sebab ini merupakan salah satu bentuk lain dari ibtila( cobaan) , cobaan dengan kesenangan dan kemewahan, bukan dengan kesedihan dan kemiskinan . Firman Allah Ta’ala :
“Kami akan menguji kamu dengna keburukan dan kebaikan sebagai cobaan”. (QS : Al-Ambiya : 35)
“Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata : Rabbku telah memuliakanku. Tetapi bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rizki , maka dia berkata : “Rabbku menghinakanku”. (QS : Al-Fajr : 15-16).
Di sini Allahmenjadikan kesenangan dan kemewahan sebagai ibtila (cobaan) seprti halnya kemiskinan dan kemewahan.
Setiap mukmin memerlukan kesabaran dari kesenangan dunia, agar tidak terlepas nafsunya mengikuti syahwat, syahwat kepada wanita, anak, kemewahan, kedudukan, dan sebagainya. Sebab jika dia idak dapat mengendalikan nafsunya maka ;pasti akan terseret kepada sikap sombong, menolak kebenaran dan melampui batas.
Oleh karena itu, sebagian kaum bijak bestari mengatakan, bala (cobaan) itu masih bisa disabari oleh setiap Mukmin, tetapi kesenangan itu jarang sekali dapat disabari kecuali oleh orang yagn mempunyai tingkat shiddiq.
Bahkan dikatakan, sabar terhadap kesenangan itu lebih berat daripada sabar terhadap bala (kesengsaraan). Ketika pintu-pintu dunia dibukakan kepada para sahabat, sebagian mereka berkata, “Kami sudah dicoba dengan kesengsaraan lalu kami-pun bersabar, tetapi ketika kami dicoba dengan kesenangan dan kemewahan, maka kami tidak dapat bersabar”.
Imam al-Gazali berkata, “Sabar terhadap kesenangan itu lebih berat , karena disertai adanya kemampuan. Orang yang lapar ketika tidak ada makanan, lebih dapat bersabar ketimbang ketika terhidang dihadapannya makanan-makanan lezat dan mampu melakukannya. Oleh karena itu, cobaan kesenangan lebih berat”.
Karena nya Allah memperingatkan para hamba-Nya dari cobaan harta, anak, istri, dan semua kesenangan duna, seperti dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)”. QS : At-Taghabun : 15)
Demikianlah manusia harus dapat bersabar macam bentuk cobaan, baik itu berupa kesenangan maupun kesulitan yang dihadapinya. Wallahu’alam.
http://www.eramuslim.com